Rabu, 21 Desember 2011

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA TERHADAP KENYATAAN YANG TERJADI DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Pembentukan Undang-Undang adalah bagian dari aktivitas dalam mengatur masyarakat yang terdiri atas gabungan individu-individu manusia dengan segala dimensinya, sehingga merancang dan membentuk undang-undang yang dapat diterima masyarakat luas merupakan suatu pekerjaan yang sulit. Kesulitan ini terletak pada kenyataan bahwa kegiatan pembentukan undang-undang adalah suatu bentuk komunikasi antara lembaga yang menetapkan yaitu pemegang kekuasaan legislatif dengan rakyat dalam suatu Negara. Dalam proses pembentukan undang-undang, di dalamnya terdapat transformasi visi, misi dan nilai yang diinginkan oleh lembaga pembuat undang-undang dengan masyarakat dalam suatu bentuk aturan hukum. Pembentuk undang-undang sejak awal proses perancangan, telah dituntut agar undang-undang yang dihasilkan mampu memenuhi berbagai kebutuhan yaitu mampu dilaksanakan, dapat ditegakkan dan sesuai dengan prinsip–prinsip jaminan hukum dan persamaan hak-hak sasaran yang diatur dan terakhir yaitu mampu menyerap aspirasi masyarakat. Selain berbagai kesulitan tersebut, pembentuk undang-undang berpacu dengan dinamika perkembangan masyarakat yang terus berubah sejalan dengan nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari sebuah Negara yang telah memilih prinsip demokrasi yang dipadukan dengan prinsip Negara hukum, Indonesia akan menata tertib hidup dan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menggunakan aturan hukum yang demokratis. Bangsa Indonesia akan membangun tatanan kehidupan bersama dalam wadah Negara Indonesia yang demokratis dan didasarkan pada aturan hukum. Artinya, bangsa Indonesia akan meletakkan prinsip demokrasi dan prinsip hukum sebagai suatu sinergi yang saling ketergantungan dalam rangka membentuk suatu aturan atau tatanan hukum nasional yang demokratis dalam satu Negara. Jadi undang-undang memegang peranan penting dalam rangka membangun sistem hukum nasional yang demokratis di Indonesia.
Undang-undang sebagai salah satu produk hukum dalam suatu Negara mempunyai fungsi sebagaimana fungsi hukum pada umumnya. Fungsi undang-undang ini sangat tergantung dari tujuan penyelenggaraan Negara. Suatu Negara yang telah menentukan demokrasi sebagai pilihan tujuannya, maka fungsi undang-undang diarahkan kepada terwujudnya tatanan kehidupan yang bermanfaat bagi kehidupan rakyat banyak. Dan akhirnya pada dasarnya fungsi undang-undang dalam sebuah Negara adalah sebagai pengatur masyarakat; untuk membatasi kekuasaan, sebagai a tool of social engineering, dan sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Berlatar belakang dari uraian di ataslah, maka penulis mencoba menuangkan dalam makalah yang berjudul : “IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA TERHADAP KENYATAAN YANG TERJADI DI INDONESIA.”

B.   Identifikasi Masalah
Dalam membahas hal-hal yang berhubungan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang fidusia, maka penulis dengan segala keterbatasan baik wawasan maupun literatur yang ada, serta tanpa mengurangi aspek-aspek yang lainnya, penulisan ini diarahkan untuk mengkaji lebih jauh hal-hal sebagai berikut :
1.   Apakah tujuan dari dibuatnya Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?
2.   Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terhadap kenyataan yang terjadi di Indonesia?

C.   Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulis melakukan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Hukum Jaminan di Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur, serta lebih memahami :
1.   Tujuan dari dibuatnya Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
2.   Implementasi Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terhadap kenyataan yang terjadi di Indonesia.

D.  Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan materi dalam makalah ini, penulis mengadakan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I berisi Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika Penulisan.
Pada Bab II berisi tentang landasan teoritis dari jaminan fidusia.
Pada Bab III berisi tentang analisa dan pembahasan mengenai implementasi Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia terhadap kenyataan yang terjadi di Indonesia.
Bab IV merupakan penutup yang memuat simpulan dan saran.
                                                   


BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.   Pengertian Fidusia
Jaminan Fidusia adalah jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang antara debitur dan kreditur. Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan hutangnya.
Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Adapun pengertian fidusia menurut pasal 1 ayat 1 dari undang-undang ini, fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan terdebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu. Selain itu, jaminan fidusia ini memberikan kedudukan yang diutamakan privilege kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.

B.   Dasar Hukum Jaminan Fidusia
Apabila kita mengkaji perkembangan yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan, yang menjadi dasar hukum berlakunya fidusia, dapat disajikan berikut ini :
a.    Arrest Hoge Raad 1929, tertanggal 25 Januari 1929 tentang Bierbrouwerij Arrest (negeri Belanda);
b.   Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia); dan
c.    Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

C.   Objek dan Subjek Jaminan Fidusia
1.   Objek Jaminan Fidusia
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas. Berdasarkan undang-undang ini, objek jaminan fidusia dibagi 2 macam, yaitu: benda bergerak, baik yang berujud maupun tidak berujud; dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan.
2.   Subjek Jaminan Fidusia
Pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.



BAB III
PEMBAHASAN

A.   Tujuan Dibuatnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Untuk mengetahui dari adanya peraturan perundang-undangan, dapat dibaca dan dipahami dari konsideran menimbang dan penjelasan umum undang-undang yang bersangkutan. Demikian juga halnya dari yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Dalam undang-undang tersebut dapat dilihat apa yang ingin/hendak dicapai, yaitu sebagai berikut.
Dalam konsideran menimbang disebutkan bahwa :
1.   Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
2.   Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
3.   Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan , maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan Fidusia dan Jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia;
4.   Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
Sedangkan menurut Penjelasan Umumnya menyebutkan bahwa:
1.   Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun Badan Hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam–meminjam. Selama ini, kegiatan pinjam-meminjam dengan menggunakan Hak Tanggungan atau Hak jaminan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan Credietverband. Disamping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan pada dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah, dan jaminan Fidusia. Undang-Undang yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahair dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum. Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai benda yang di jaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya, Benda yang menjadi objek Fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, Benda yang menjadi objek Fidusia termasuk juga benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak.
2.   Undang-undang ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia. Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin kepentingan pihak yang menerima Fidusia. Pemberi Fidusia mungkin saja telah menjaminkan Benda yang telah dibebani dengan Fidusia kepada Pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia. Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah Benda yang bergerak yang terdiri dari Benda dalam Persediaan (inventory), Benda Dagangan, Piutang, Peralatan Mesin, dan Kendaraan Bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut undang-undang ini objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu Benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan Benda Tak Bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tantang Hak Tanggungan. Dalam Undang-undang ini, diatur tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendafataran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain. Karena Jaminan Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistim pendaftaran yang ddiatur dalam undang-undang ini dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerrima Fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut.
Menurut konsideran menimbang dan Penjelasan Umum tersebut sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) alasan mengapa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia perlu diadakan/dibuat yaitu :
1.   Adanya kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana serta perlunya diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
2.   Oleh karena Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi yang kekuatan mengikat dan berlakunya masih dinilai lemah dan belum dapat menampung dan memecaahkan berbagai persoalan dalam hal jaminan fidusia sehingga kurang memenuhi rasa keadilan, maka dipandsng perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
3.   Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan Fidusia dan Jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia;
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdiri atas VIII Bab dan 40 pasal dengan perincian sebagai berikut :
·         Bab I Ketentuan Umum ; Yang terdiri dari 1 pasal dan 10 angka (point)
·         Bab II Ruang Lingkup ; yang terdiri dari 2 pasal
·         Bab III Pembebanan, Pendaftaran, Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia yang terdiri dari 23 pasal
·         Bab IV Hak Mendahulu : yang terdiri dari 2 pasal
·         Bab V Eksekusi jaminan Fidusia : yang terdiri dari 6 pasal
·         Bab VI Ketentuan Pidana : yang terdiri dari 2 pasal
·         Bab VII Ketentuan Peralihan : yang terdiri dari 2 pasal
·         Bab VIII Ketentuan Penutup : yang terdiri dari 3 pasal
Bahwa sebagai implementasi dan atau perwujudan dari sebuah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 sudah sepantasnyalah Negara harus menjamin kepastian ,ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan dari satu perbuatan hukum itu yaitu adanya kegiatan Pendaftaran objek Jaminan Fidusia. Kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik semakin meningkat sejalan dengan perkembangan tuntutan akan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dan untuk itu haruslah diatur dalam satu aturan perundang-undangan yang akan menjadi dasar dan pedoman bagi pelaku usaha maupun masyarakat yang memerlukan dan membutuhkan dana.

B.   Implementasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Terhadap Kenyataan yang Terjadi di Indonesia
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia merupakan respon pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat terhadap berbagai macam lembaga jaminan kebendaan, karena bentuk-bentuk perjanjian pinjam meminjam uang atau perjanjian kredit dengan jaminan kebendaan yang telah ada seperti Hak Tanggungan, Hipotek, dan Gadai dianggap belum mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap lembaga jaminan kebendaan, selain itu memberikan status yang jelas lembaga jaminan fidusia, yang selama ini dikonstruksikan dalam berbagai bentuk seperti “Jual beli dengan Hak Membeli Kembali”, Jual Beli Semu, Gadai diam-diam dan Penyerahan Hak Milik Atas Dasar Kepercayaan, juga untuk memberikan kepastian hukum.
Undang-undang ini lahir atau dibuat adalah untuk lebih mengakomidasi kepentingan pelaku usaha dan masyarakat umum (yang memerlukan dana) dan memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak, sebagaimana yang tertuang dalam bagian konsideran menimbang dan penjelasan umumnya.
Dalam pembahasan makalah ini, penulis hanya membahas khusus pasal 11 ayat (1) dan (2) yaitu :
(1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftar ;
(2) Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.
Alasan diambilnya pasal ini sebagai contoh, karena menurut penulis kelihatannya pasal inilah salah satunya belum diterapkan/belum berjalan maksimal atau belum terimplementasi dengan baik. Karena masih banyak dari pihak penerima fidusia belum mendaftarkan hak jaminan atas benda yang menjadi objek fidusia. Mereka mendaftarkan apabila melihat gejala atau indikasi adanya kemacetan dari debitur. Selain itu apabila kita melihat dan menganalisis lebih mendalam ketentuan pasal 11 (2) sangat susah diterapkan karena bagaimana apabila terjadi konflik dua sistem hukum (antara sistem hukum di luar negeri dengan sistem hukum nasional Indonesia), misalnya di negara tersebut tidak mengenal pinjam meminjam uang dengan jaminan fidusia. Hukum mana yang dipakai atau paling tidak bagaiman mengeksekusi objek jaminan fidusianya.
Akan tetapi dengan berlakunya undang-undang ini sedikit banyak telah memberikan kepastian hukum baik bagi Pemberi Fidusia terlebih lagi bagi Penerima Fidusia, walaupun diakui dalam implementasinya/pelaksanaannya masih belum optimal.
Adapun solusi yang dapat dipergunakan yaitu pemberlakukan dari undang-undang ini haruslah senantiasa diawasi dan ditegakkan, khususnya pasal 11 ayat (1) dan (2). Pemerintah sebagai pengawas dan penegak dari satu aturan (hukum) yang merupakan perwujudan dari kajian hukum, setelah melakukan aspek pembentukan hukum, maka haruslah melaksanakan aspek pelaksanaan hukum dan diikuti dengan konsisten dan taat asas terhadap aspek penegakan hukum. Sehingga terwujud dan tercapai tujuan dari pembentukan undang-undang tersebut yaitu :
1.   Menampung kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana serta perlunya diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
2.   Karena Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan yang sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dengan kekuatan mengikat dan berlakunya masih dinilai lemah, serta belum dapat menampung dan memecahkan berbagai persoalan dalam hal jaminan fidusia sehingga kurang memenuhi rasa keadilan, maka dipandang perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
3.   Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat memacu pembangunan nasional dalam menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan Fidusia dan Jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia;



BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
1.   Tujuan pemerintah membuat atau menerbitkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu untuk menampung dan merespon keinginan masyarakat umumnya dan khususnya dunia usaha dalam rangka mencapai kepastian hukum dan keamanan berusaha.
2.   Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia belumlah berjalan optimal sebagaimana yang diharapkan bersama, sebagai salah satu contohnya adalah perintah undang-undang untuk mendaftarkan setiap hak jaminan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Kenyataan dilapangan masih ada atau masih banyak Penerima jaminan Fidusia yang mendaftarkan hak jaminan fidusianya pada masa-masa injuri time, artinya nanti ada indikasi timbul masalah barulah dia mendaftarkan.

B.   Saran
1.   Diharapkan tujuan dari pembentukan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan.
2.   Diharapkan pengawasan dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dapat ditegakkan, terutama pasal 11 ayat (1) dan (2), agar senantiasa tujuan dari undang-undang tersebut dapat terwujud sebagaimana mestinya.



DAFTAR PUSTAKA

Salim H.S. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
www.google.com : Sejarah Fidusia







1 komentar: