Senin, 15 November 2010

FUNGSI BAHASA DALAM LOGIKA HUKUM


BAB I
                    PENDAHULUAN                    

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berinteraksi secara aktif dan melakukan transformasi dengan sesamanya tidak lain karena ia memiliki akal untuk berpikir. Penyaluran dari sebuah gagasan, ide-ide, pikiran serta argumentasi yang dapat diwujudkan dalam sebuah bentuk bahasa. Karena bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk mengapresiasikan sesuatu. Namun dalam penyaluran tersebut dibutuhkan suatu kemampuan yaitu kemampuan merangkai kata demi kata,  sehingga menghasilkan suatu kalimat yang berbobot dan berkualitas. Serta dapat tersampaikan secara sempurna, secara keseluruhan subjek yang dituju.
Bahasa merupakan suatu sarana super canggih, yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia, tidak kepada makhluk lainnya. Dengan akal, manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuninya dan dengan bahasa manusia dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya. Atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang telah diketahuinya, baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia yang terkandung di dalamnya. Manusia karena akalnya yang dituangkan dalam bahasa menjadi makhluk unik yang senantiasa terdorong untuk berpikir sepanjang hayatnya sesuai dengan kemampuan berpikir yang dimilikinya.
Dalam kemampuan berpikir seseorang memerlukan bahasa, dengan demikian peranan bahasa sangat diperlukan. Adapun hubungan antara bahasa dengan kemapuan berpikir secara logis sangat erat, karena berpikir secara logis diperlukan penggunaan bahasa yang secara struktural.   Rene Descartes, seorang tokoh rasionalisme berkata: ”Aku berpikir, karena itu aku ada”. Bahkan dalam teori mensyariatkan hukum Islam, teori logika jelas menggunakan alat, sama sekali tidak dapat “melepaskan diri” dari apa yang kita sebut sebagai logika. Begitu pula ahlu al-ra’yu (logika/mantiq) dan akhlu al-qiyas (analogi) memandang syariat itu sebagai pengertian  yang masuk akal dan dipandangnya sebagai asal yang universal yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an Al-Karim.
Dalam teori ijtihad, Imam Syafi’ie, ketika memahami Al-Qur’an maupun Sunnah ada istilah dilalah ghairu mandhum yang tentunya dibutuhkan analisis berpikir tepat dalam memahaminya.  Akan tetapi hasil pemikiran manusia, meskipun dengan menggunakan akal tidak selalu benar. Hasil pemikirannya, kadang-kadang salah meskipun ia telah bersungguh-sungguh berupaya mencari yang benar. Kesalahan tersebut bisa saja terjadi tanpa unsur kesengajaan. Jika hal tersebut memang terjadi, maka ia telah mendapat pengetahuan yang salah meskipun ia yakin akan kebenarannya.
Oleh karena itu, supaya manusia aman dari kekeliruan berpikir dan selamat dari mendapatkan kesimpulan yang salah, maka disusunlah kaidah-kaidah berpikir atau metodologi berpikir ilmiah yang kita kenal ilmu logika atau mantiq.
Uraian di atas melatarbelakangi penulisan makalah ini, meskipun di dalamnya hanya menyinggung sebagian kecil dari adanya ilmu logika.
1.2 Batasan Masalah
Pada makalah ini, penulis tidak membahas masalah Fungsi Logika Hukum dalam berbagai bahasa dunia. Tetapi makalah ini membahas tetang fungsi bahasa khususnya dalam Logika Hukum di Indonesia. Agar pembahasan masalah dalam makalah ini tidak terlalu melebar dan meluas, sehingga dapat langsung tertuju pada pembahasan intinya.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang dibahas pada latarbelakang masalah, mak penulis merumuskan permasalhan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Bahasa dalam Logika Hukum?
2.  Apa saja Bentuk-Bentuk Umum Bahasa?
3.  Apa saja Ciri-Ciri Khas Bahasa pada Umumnya?
4.  Apa saja Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan Bahasa?
5. Apa Fungsi Bahasa Hukum?
6. Apa  Fungsi Bahasa dalam Logika Hukum?
1.4 Manfaat dan Tujuan
Adapun manfaat dan tujuan diadaknnya penelitian oleh penulis dalam menyusun makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui mengenai Bahasa dalam Logika Hukum.
  1. Untuk mengetahui Bentuk-Bentuk Umum Bahasa.
  2. Untuk mengetahui Ciri-Ciri Khas Bahasa pada Umumnya.
  3. Untuk mengetahui Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan Bahasa.
  4. Untuk mengetahui Fungsi Bahasa Hukum.
  5. Untuk mengetahui Fungsi Bahasa dalam Logika Hukum.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Sejarah Bahasa
Bahasa Indonesia yang sekarang ini berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Perjalanan yang ditempuh oleh bahasa Indonesia tak terpisahkan dengan perjalanan yang ditempuh oleh bangsa Indonesia untuk merdeka. Sejalan dengan hal tersebut, sejarah perkembangan bahasa Indonesia dapat ditinjau dari masa sebelum Indonesia merdeka dan masa sesudah merdeka. Peristiwa bersejarah yang monumental bagi bangsa dan bahasa Indonesia adalah diikrarkannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 di Jakarta.
Ikrar Sumpah Pemuda itu terdiri atas tiga butir yang berbunyi sebagai berikut:
Pertama Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang
satu, tanah Indonesia Kedua Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia Ketiga Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia Tampak pada teks di atas bahwa ikrar pertama dan kedua berbeda dengan ikrar yang ketiga. Ikrar pertama dan kedua berupa pernyataan pengakuan terhadap tumpah darah yang satu dan bangsa yang satu; sedangkan ikrar yang ketiga tidak berupa pengakuan, tetapi berupa kebulatan tekad untuk men¬junjung bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda tidak berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa yang satu, bahasa Indonesia. Dengan demikian, ungkapan Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa yang sering diucapkan orang tidak sesuai dengan aslinya. Memang, kita mengaku satu nusa dan satu bangsa, tetapi tidak mengaku hanya satu bahasa. Banyak orang salah sangka terhadap ikrar ketiga Sumpah Pemuda. Bangsa Indonesia tidak berkeinginan hanya memiliki satu bahasa dipertegas oleh penjelasan Pasal 36, UUD 1945, yang menyebutkan bahwa bahasa-bahasa daerah yang dipelihara dengan baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bugis, Bali dan sebagainya), dihormati dan dipelihara juga oleh negara
Dalam pada itu, nama “bahasa Indonesia” baru dikenal sejak 28 Oktober 1928, yang sebelumnya bernama “bahasa Melayu.” Bahasa Melayulah yang mendasari bahasa Indonesia yang kemudian diangkat menjadi bahasa persatuan. Masalah yang menarik perhatian para ahli sosiologi bahasa adalah kondisi apa yang memungkinkan bahasa Melayu dipilih dan disepakati untuk diangkat menjadi bahasa nasional. Dan, mengapa bukan bahasa Jawa atau Sunda yang jumlah penuturnya lebih banyak daripada bahasa Melayu.
Berikut ini dikemukakan beberapa alasan sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut.
a. Bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca (bahasa perhubungan) selama berabad-       abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita. Hal tersebut tidak terjadi pada bahasa Jawa, Sunda, ataupun bahasa daerah lainnya.
b. Bahasa Melayu memiliki daerah persebaran yang paling luas dan yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain meskipun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak penutur asli bahasa Jawa, Sunda, Madura, ataupun bahasa daerah lainnya.
c. Bahasa Melayu .masih berkerabat dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing.
d. Bahasa Melayu bersifat sederhana, tidak mengenal tingkat-tingkat bahasa sehingga mudah dipelajari. Berbeda dengan bahasa Jawa, Sunda, dan Madura yang mengenal tingkat-tingkat bahasa. Bahasa Melayu mampu mengatasi perbedaan-perbedaan bahasa antarpenutur yang berasal dari berbagai daerah. Dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan tidak rnenimbulkan perasaan kalah terhadap golongan yang lebih kuat dan tidak ada persaingan antarbahasa daerah. Sehubungan dengan hal yang terakhir itu, kita wajib bersyukur atas kerelaan mereka membelakangkan bahasa ibunya demi cita-cita yang lebih tinggi, yakni cita-cita nasional. Hal seperti ini tidak terjadi di negara tetangga kita, misalnya Malaysia, Singapura, dan Filipina. Bahasa Filipina (Tagalog) yang diangkat menjadi bahasa nasional mendapat saingan keras dari bahasa Sebuano dan Hokano yang tidak rela bahasa Tagalog menang. Malaysia mencontoh Indonesia dalam kebijakan bahasa mereka dengan menetapkan bahasa Malaysia sebagai bahasa persatuan, yang sekarang sudah menjadi bahasa resmi. Singapura menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan menduduki bahasa kedua setelah bahasa Inggris. Dalam pada itu, ada beberapa pendapat berkaitan dengan peristiwa Sumpah Pemuda yang perlu kita perhatikan. Muh. Yamin, penyusun ikrar Sumpah Pemuda, pada Kongres Pemuda Indonesia I tahun 1926, menyatakan keyakinannya bahwa bahasa Melayu lambat laun akan tertunjuk menjadi bahasa pergaulan umum ataupun bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia. Kebu-dayaan Indonesia di masa yang akan datang akan terjelma dalam bahasa itu. Selanjutnya dengan tegas dia menyatakan bahwa bahasa yang dahulu dinamakan bahasa Melayu sekarang sudah dikubur dan hidup menjelma menjadi bahasa Indonesia.
Tiga bulan menjelang diadakan Sumpah Pemuda, tepatnya pada 15 Agustus 1926, Soekarno dalam pidatonya menyatakan bahwa perbedaan bahasa di antara suku bangsa Indonesia tidak akan menghalangi persatuan, tetapi makin luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar, makin cepat kemerdekaan Indonesia akan terwujud. Ada pendapat lain, sesudah, diikrarkan Sumpah Pemuda, terutama yang berkaitan dengan ikrar ketiga, St. Takdir Alisjahbana menjelaskan secara luas apa yang disebut bahasa Indonesia. Dia menyatakan, “bahasa Indonesia ialah bahasa perhubungan yang berabad-abad tumbuh perlahan-lahan di kalangan penduduk Asia Selatan dan setelah bangkitnya pergerakan kebangsaan rakyat Indonesia pada permulaan abad kedua puluh dengan insaf diangkat dan dijunjung sebagai bahasa persatuan”. Dalam pernyataan itu dengan sengaja dicantumkan kata dengan zwa/untuk membedakan pengertian antara bahasa yang dahulu disebut bahasa Melayu dengan bahasa yang sekarang disebut bahasa Indonesia. Selanjutnya, St. Takdir Alisjahbana menyatakan bahwa bahasa Indonesia itu terusan, sambungan dari bahasa Melayu, tetapi ada bedanya dengan fase yang dahulu. Bahasa Indonesia itu dengan insaf diangkat dan dijunjung serta dipakai sebagai bahasa yang memperhubungkan dan mempersatukan rakyat Indonesia.
Sejalan dengan pendapat di atas, H.B. Yassin menyatakan bahwa Sumpah Pemuda adalah suatu manifesto politik yang juga mengenai bahasa. Penamaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia tidak berdasarkan perbedaan dalam struktur dan perbendaharaan bahasa pada masa itu, tetapi semata-mata dasar politik. Dalam bahasa tidak terjadi perubahan apa-apa, tetapi hanya berganti nama sebagai pernyataan suatu cita-cita kenegaraan, yaitu kesatuan, tanah air, bangsa dan bahasa. Perlu Anda ketahui bahwa pada zaman penjajahan Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada 18 Mei 1918 bahasa Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua, di samping bahasa Belanda yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di dalam sidang Dewan Rakyat. Sayangnya, anggota bumiputra tidak banyak yang memanfaatkannya.
Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hasil keputusan yang penting, yaitu bahasa Indonesia diusulkan menjadi (1) bahasa resmi dan (2) bahasa pengantar dalam badan-badan perwakilan dan perundang-undangan. Demikianlah “lahir”nya bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari langit, tetapi melalui perjuangan panjang disertai keinsyafan, kebulatan tekad, dan semangat untuk bersatu. Dan, api perjuangan itu berkobar terus untuk mencapai Indonesia merdeka, yang sebelum itu harus berjuang melawan penjajah Jepang. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Dalam keadaan tiba-tiba, Jepang tidak dapat memakai bahasa lain, selain bahasa Indonesia untuk berhubungan dengan rakyat Indonesia. Bahasa Belanda jatuh dari kedudukannya sebagai bahasa resmi. Bahkan, dilarang digunakan. Sebenarnya Jepang mengajarkan bahasa Jepang kepada orang Indonesia dan bermaksud membuat bahasa Jepang menjadi bahasa resmi di Indonesia sebagai pengganti bahasa Belanda. Akan tetapi, usaha itu tidak dapat dilakukan secara cepat seperti waktu dia menduduki Indonesia. Karena itu, untuk sementara Jepang memilih jalan yang praktis, yaitu memakai bahasa Indonesia yang sudah tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Perlu Anda catat bahwa selama zaman pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan. Demikianlah, Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan mengembangkan bahasa Indonesia secepat-cepatnya agar pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar. Bagi orang Indonesia hal itu merupakan keuntungan besar terutama bagi para pemimpin pergerakan kemerdekaan. Dalam waktu yang pendek dan mendesak mereka harus beralih dari berorientasi terhadap bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Selain itu, semua pegawai negeri dan masyarakat luas yang belum paham akan bahasa Indonesia, secara cepat dapat memakai bahasa Indonesia. Waktu Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, makin kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di atas, semua peristiwa tersebut menyadarkan kita tentang arti bahasa nasional. Bahasa nasional identik dengan bahasa persatuan yang didasari oleh nasionalisme, tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa nasional dapat terjadi meskipun eksistensi negara secara formal belum terwujud. Sejarah bahasa Indonesia berjalan terus seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia. Yang dimaksud dengan kedudukan adalah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya, yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang bersangkutan. Sedangkan fungsi adalah nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu dalam kedudukan yang diberikan kepadanya.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebangsaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai suku bangsa yang latar belakang sosial budaya dan bahasanya berbeda, dan (4) alatperhubungan antardaerah dan antarbudaya. Sebagai lambang kebangsaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan itu, bahasa Indonesia selalu kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap jika kita lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada kata bahasa asing.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat terjadi jika kita selalu berusaha membina dan mengembangkannya secara baik sehingga tidak tercampuri oleh unsur-unsur bahasa asing (terutama bahasa Inggris)) yang tidak benar-benar kita perlukan; Untuk itu kesadaran akan kaidah pemakaian bahasa Indonesia harus ditingkatkan. Sering kita jumpai pemakaian bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa Inggris seperti tampak pada contoh berikut ini.
Lembaga Pendidikan £ Training Computer ‘ Melayani: Pengetikan, Programming, Analisis Data.
Pemakaian bahasa gado-gado seperti contoh di atas dapat menurunkan wibawa pemakainya. Agar dapat dijadikan teladan dan dihormati orang lain, bahasa gado-gado di atas harus bersih dari kata-kata asing, seperti dituliskan ‘: berikut ini. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Komputer Melayani: Pengetikan, Pemrograrnah, dan Analisis Data.
2.2 Sejarah Logika
Nama logika pertama kali muncul pada Filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum Masehi) tetapi dalam arti “seni berdebat”. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Yunani adalah negeri asal ilmu mantiq atau logika karena banyak penduduknya yang mendapat karunia otak cerdas. Negeri Yunani, terutama Athena diakui menjadi sumber berbagai ilmu. Socrates, Plato, Aristoteles dan banyak yang lainnya adalah tokoh-tokoh ilmiah kelas super dunia yang tidak ada ilmuwan nasional dan internasional tidak mengenalnya sampai sekarang dan akan datang. Tetapi, khusus untuk logika atau ilmu mantiq Aristoteleslah yang menjadi guru utamanya.
Akan tetapi, meski Aristoteles terkenal sebagai “Bapak Logika”, itu tidak berarti bahwa sebelum dia tidak ada logika. Segala orang ilmiah  dan ahli filosofi sebelum Aristoteles menggunakan logika sebaik-baiknya. Dalam literatur lain, disebukan bahwa sebelumnya memang tidak pernah ada ilmu tentang logika tersebut. Maka tidak heran jika ia dijuluki sebagai “Muallim Awwal” (Guru Pertama). Bahkan Filosof Besar Immanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian, bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkah pun tidak pula dapat mundur.
Sepintas, ada beragam pendapat tentang siapa peletak pertama ilmu logika ini. Jika ditelisik lebih mendalam, maka akan tampak suatu benang merah bahwa sebelum Aristoteles memang adal logika. Akan tetapi, ilmu logika sebagai ilmu yang sistematis dan tersusun resmi baru muncul sejak Aristoteles, dan memang dialah yang pertama kali membentangkan cara berpikir yang teratur dalam dalam suatu sIstem. Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompok ini dengan ketangkasan debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sIstem social, agama dan moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya sebagai benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.
Aristoteles (382-322 SM.) berusaha mengalahkan mereka secara ilmiah denga pernyataan-pernyataan logis yang brilian. Pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya. Karya Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahya, sehingga logika dipelajari di setiap keguruan. Plato (427-347 SM.), Murid Socrates hanya menambahnya sedikit. Immanuel Kant (1724-1804 M) pemikir terbesar bangsa Jerman menyatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles itu tidak bisa ditambah lagi walau sedikit, karena sudah cukup sempurna.
Logika formal merupakan hasil ciptaan Aristoteles yang dirintis oleh retorika kaum Shofis dan dialektika yang umum digunakan untuk menimbang-nimbang pada masa hidup Plato. Inti pokok logika Aristoteles ialah ajarannya mengenai penalaran dan pembuktian. Baginya, penalaran pertama-tama merupakan silogisme yang di dalamnya berdasar dua buah tanggapan orang menyimpulkan tanggapan ketiga. Untuk dapat secara lurus melakukan penyimpulan ini perlu diketahui mengenai hakikat tanggapan, ada tanggapan singular dan tanggapan pertikular.
Aka tetapi, Konsili Nicae (324 M), menyatakan menutp pusat-pusat pelajaran filsafat Grik di Athena, Antiokia da Roma. Pelajar logika juga dilarang kecuali bab-bab tertentu saja yang dipandang tidak merusak akidah kristiani. Hal ini merupakan pukulan mematikan bagi filsafat Yunani dan sekaligus logika. Sejak masa itu sampai hamper seribu tahun lamanya alam pemikiran di Barat menjadi padam, sehingga dikenal dengan zaman Dark Ages (zaman gelap).
Pada abad ke-7 Masehi berkembanglah agama Islam di Jaziriah Arab dan pada abad ke-8, agama ini telah dipeluk secara meluas ke Barat sampai perbatasan Perancis sampai Thian Shan. Di zaman kekuasaan khalifah Abbasiyyah sedemikian banyaknya karya-karya ilmiah Yunani dan lainnya diterjemahkan ke dalam bahasa, sehingga ada suatu masa dalam sejarah Islam yag dijuluki dengan Abad Terjemahan. Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan dan diberi nama Ilmu Mantiq.
Diantara ulama dan cendikiawan muslin yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang ilmu Mantiq adalah Badullah bin Muqaffa’, ya’kub Ishak Al Kindi, Abu Nasr Arl-farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Gahzali, Ibnu rusyd, Al-Qurthubi dan banyak lagi yagn lai. Al-Farabi, pada zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya malah dijuluki dengan Guru Kedua Logika.
Kemudian menyusullah zaman kemunduran dibidang mantiq atau logika karena dianggap terlalu memuja akal. Di anatara ulama-ulama besar Islam seperti Muhyiddin An-Nawawi, Ibnu Shalah, Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, Syadzuddin At-Tafsajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantiq. Namun komunitas ulama dan cendikiawan Muslin membolehkan bahkan menganjurkan untuk mempelajarinya sebagai penyempurna dalam menginterprestasikan hadits dan Al-Qur’an.

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1 Penjelasan Bahasa dalam Logika Hukum
Bahasa merupakan bentuk verbal dari pikiran manusia, bahkan merupakan alat dan dan sarana untuk berkomunikasi. Manusia dapat saing berkomunikasi satu sama lain hanya melalui bahasa. Jadi, bahasa dapat didefinisikan antara lain sebagai rangkaian symbol-simbol yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan gagasan, pendapat, serta perasaan orang kepada orang lain.
Sejarah penggunaan bahasa pada umumnya memang tidak penah lengkap dan sempurna. Hai ini berhubungan erat dengan pengetahuan tentang manusia dan tidak akan pernah lengkap sejauh cerita tentang manusia tidak pernah mencapai kesempurnaannya.
3.2 Bentuk-Bentuk Umum Bahasa
Bahasa manusia secara umum mempunyai dua bentuk, yaitu lisan dan tulis. Bahasa lisan terdiri dari pola-pola suara, sementara bahasa tulisan terdiri dari pola-pola visual. Karena masyarakat manusia yang satu mempergunakan pola-pola suara dan poa-ola visual berbeda dengan masyarakat lainnya, terbentuklah berbagai macam jenis bahasa di muka bumi ini.
Pola-pola suara adalah bunyi yang diberi mkna linguistic untuk memverbalisasi gagasan, perasaan, atauun hasil pemikiran manusia. Bentuk bunyi yang mengandung makan tersebut seanjutnya disebut kata atau term. Poal-pola visual adalah cara linguistic untuk menuliskan sebuah kata atau term. Dalam menganalisis arti bahasa, menurut Wittgenstein1[1] sebagai berikut:
a. Jenis-jenis kata
Dua ucapan dari struktur gramatika yang sama dapat memiliki struktur logis yang berbeda.
Contoh:
Ada seminar akademik hari ini.
Ada seminar akademik di Ruang Audio-Visual
Kata ada pada kalimat pertama memperlihatkan atau menggambarkan eksistensi sebuah seminar, sedangkan dalam kalimat ke dua kata ada menunjukkan proses berlangsungnya sebuah seminar.
Menurut Wittgeinstein, dalam pandangannya tentang language games, jenis-jenis kata di bedakan menurut peran dan fungsinya. Ia mengatakan bahwa kata-kata yang bersifat transedental yang dipergunakan dalam hidup sehari-hari banyak yang tidak bermakna,atau seakan-akan bermakna, misalnya kata-kata keadilan, kesalahan prosedur, atau petunjuk, dan sebagainya. Menurut Wittgenstein, kata-kata semacam itu hanya akan bermakna jika dihubungkan dengan sebuah konteks games tertentu.
b. Bahasa Ideal
Dalam proses menganalisis bentuk-bentuk unkapan atau pernyataan, Wittgenstein menganggap ungkapan tersebut sebagai sarana untuk menjelsakan sesuatu yang lain. Jika penggunaan bahasa dengan yang actual dirasakan kering, maka lebih baik diganti dengan yang lain. Namun, bila pernyataan tertentu mempunyai arti khusus dan tertentu pula, perntaan ini sebenarnya sudah membawa makna yang di maksudkan. Sebagai contoh adalah pernyataan “Harap antre!” yang tertulis di loket pembelian karcis. Pernyatan tersebut sudah mengandung makna khusus bagi para pembacanya dalam situasi yang terkait.
3.3 Ciri-Ciri Khas Bahasa pada Umumnya
Dalam setiap bahasa selalu terdapat empat unsur pokok, yaitu sebagai berikut :
a. Simbol, yaitu kata, nama, atau frase, yang di pergunakan untuk menyebut sesuatu;
b. Objek, yaitu benda yang disebut dengan symbol;
c. Referensi, yaitu makna yang menjembatani hubungan antara symbol dan objek yang di simbolksan;
d. subjek, yaitu individu pelaku yang menciptakan simbol dan menggunakannya pada suatu hal khusus.
Semua simbol, yaitu kata-kata atau nama yang dipergunakan untuk menyebut suatu hal, biasanya bersifat konvensional. Artinya, makna yang dibawahnya tergantung pada manusia sebagai objek. Symbol merupakan wujud persetujuan antara subjek yang satu dengan subjek yang lainnya dalam nyebut atau menamai benda-benda, hasil pemikiran, dan sebagainya. Jadi, jika suatu buah disebut pisang, sebutan ini merupakan hasil kesepakatan umum antar individu anatar Indonesia. Individu lain dari bangsa lain bias jadi bersepakat menyebutnya dengan istilah lain, misalnya orang-orang Inggris menyebut buah tersebut banana.
Meskipun demikian, kehadiran atau eksistensi sebuah simbol atau kata tidak sepenuhnya menjamin eksistensi aktual benda yang menjadi referensinya. Oleh karenanya, kita tidak boleh menyatakan bahwa Tuhan itu ada hanya karena ada sebutan atau kata Tuhan semata-mata. Jadi, adanya sebuah simbol dalam bahasa tidak boleh secara sembarangan dipergunakan untuk membuktikan eksistensi actual objek referensinya.
Menurut Wittgenstein, dunia ini terdiri dari berbagai macam fakta yang saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain. Demikian juga dengan bahasa. Bahasa terdiri dari kalimat-kalimat atomik, yaitu pernyataan-pernyataan sederhana dan asli. Pernyataan-pernyataan ini terdiri dari simbol-simbol atau nama-nama sederhana yang langsung berhubungan dengan objeknya. Sebuah kalimat, bila dianalisis sampai ke unsur dasarnya, terdiri dari gabungan nama-nama yang mewakili objek-objeknya. Jadi, peran utama bahasa adalah memberikan gambaran tentang realitas. Bahasa adalah gambar, model ataupun situasi yang dapat kita alami sendiri secara langsung. Sebuah kalimat mempunyai hubungan Isomofik2[2] dengan realitas dan maknanya yang sedikit banyak ditentukan oleh kondisi kebenarannya. Jadi, bila dikatakan bahwa “bahasa membawa buah pikiran kita”, ini dapat diartikan bahwa gambar tentang fakta pada dasarnya adalah buah pikiran kita sendiri.
Sebuah gambar dapat melukiskan realitas, tetapi tidak dapat melukiskan bentuk penampilannya sendiri. Kita dapat menyebut sesuatu dengan mempergunakan kata atau kalimat, tetapi kita tidak dapat menggambarkan atau menerangkan bagaimana kalimat atau kata berhasil menampilkan realitas, entah benar entah salah. Lebih lanjut, Wittgenstein menyatakan bahwa buah pikiran adalah kalimat dengan sensenya. Ini berarti pula bahwa kita tidak mungkin berpikir tanpa menggunakan bahasa sebab buah pikiran atau gagasan hanya akan terwujud dalam kalimat atau kata.
Oleh karenanya, gambar dalam bahasa (kalimat) hanya dapat dibentuk melalui kombinasi nama-nama. Kombinasi semacam ini melukiskan adanya konfigurasi objek-objek sebagaimana bila kita perbandingkan dengan tableau vivant (gambar hidup) yang terdapat pada layar perak gedung-gedung bioskop.
Lebih lanjut Wittgenstein menyatakan bahwa berbicara merupakan tingkah laku tertentu dalam situasi tertentu. Inilah bukti bahwa buah pikiran pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari bahasa. Buah pikiran bukanlah sebuah proses tersendiri yang ada dibalik bahasa, melainkan timbul dan terjadi dalam operasionalisasi bahasa. Bahasa tidak sekedar berfungsi memberikan informasi, tetapi lebih dari itu bahasa berfungsi dan mempunyai makna ganda seperti memerintahkan, mengatur, mengarahkan, dan sebagainya. Variasi bahasa itulah yang disebut fakta.
3.4 Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan Bahasa
a. Pragmatik
Pragmatik ialah ilmu pengetahuan linguistik (bahasa) yang berhubungan dengan pembahasan tentang asal-usul kata, bentuk kata-kata turunan, serta akar dari sebuah simbol atau term. Sebagai contoh, kata demokrasi berasal dari gabungan dua buah kata Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat jelata dan Kratein yang artinya memerintah atau menguasai.
b. Semantik
Semantik ialah ilmu pengetahuan linguistik yang membahas hubungan formal yang terdapat diantara simbol dan makna. Semantik juga sering disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang makna. Semantik mempelajari makna konvensional kata-kata atau term yang dipergunakan dalam komunikasi sosial.
c. Sintaksis
Sintaksis ialah ilmu pengetahuan linguistik yang membahas hubungan formal diantara simbol-simbol yang mempunyai fungsi khusus di dalam tata bahasa.
3.5 Fungsi Bahasa Hukum
Bahasa hukum dapat diartikan sebagai bahasa yang digunakan dibidang hukum atau bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat.
Jadi Bahasa Hukum baik lisan maupun tertulis harus dapat mengkomunikasikan hukum. Patut disadari bahwa mengkomunikasikan hukum itu tidak mudah, pekerjaan untuk menuangkan atau menyusun pikiran-pikiran atau ide-ide hukum ke dalam suatu perundang-undangan adalah pekerjaan yang sulit.
Hal ini disebabkan karena hukum itu sendiri bersifat abstrak, hukum itu akan tampak apbila ia dapat diperlambangkan, dipersonifikasikan atau diwujudkan dalam bentuk bahasa.
Bahasa Hukum sebagai alat komunikasi mempunyai tiga fungsi antara lain :
a.       Fungsi Simbolik
Bahasa Hukum mempunyai fungsi simbolik yakni berfungsi untuk mengkomunikasikan buah pikiran. Fungsi simbolik ini terlihat sangat menonjol di dalam komunikasi-komunikasi ilmiah hukum.
Fungsi simbolik Bahasa Hukum memungkinkan kita untuk memikirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum, karena bahasa memberikan kemampuan berpikir secara teratur dan sistematis.
Fungsi simbolik sangat menonjol dalam komunikasi ilmiah, hal ini dapat dipahami karena komunikasi ilmiah mensyaratkan suatu bentuk komunikasi yang berbeda dari bentuk komunikasi yang bersifat estetika.
Komunikasi ilmiah bertujuan menyampaikan informasi berupa pengetahuan, agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik, bahas yang digunakan harus bebas dari unsur emotif dan harus bersifat reproduktif.
Contoh : Anak yang lahir diluar pernikahan yang sah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu yang melahirkannya.
Fungsi simbolik selanjutnya dari Bahasa Hukum dapat berupa bahasa yang mencerminkan bahasa isyarat. Ini merupakan salah satu keistimewaan dari Bahasa Hukum.
b.      Fungsi Emotif
Bahasa Hukum sebagai sarana komunikasi ilmiah hukum harus bersifat jelas dan objetif serta harus terbebas dari unsur-unsur emotif. Bersifat emotif artinya berusaha untuk memaksa dengan menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasinya dan dilakukan secara rasional.
Adanya unsur emotif dalam komunikasi ilmiah hukum, akan menjadikan kominikasi kurang sempurna, bahkan hukum yang dikomunikasikan tidak sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri.
c.       Fungsi Afektif
Fungsi Afektif dalam Bahasa Hukum berkaitan erat dengan sikap, fungsi ini diharapkan supaya norma-norma Hukum yang dikomunikasikan melalui Bahasa Hukum mampu mengubah dan mengembangkan kepribadian agar mentaati hukum, mengingtkan kesadaran hukum serta bersikap tegas sesuai dengan aturan-aturan hukum.
Pada dasarnya fungsi afektif yang tergambar dalam Bahasa Hukum itu sangat menonjol untuk meningkatkan dan mengembangkan kebudayaan hukum, budaya hukum itu sendiri merupakan suatu karakteristik yang hidup dan dipatuhi oleh masyarakat.
3.6 Fungsi Bahasa dalam Logika Hukum
Bahasa dipergunakan atas dasar berbagai macam alasan, tujuan, maupun sasaran. Oleh karenanya, bahasa dalam konteks logika hukum memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut.
a.       Fungsi Informatif
Bahasa digunakan sebagai sarana untuk membawa sebuah informasi. Dalam
Fungsi ini bahasa yang dipergunakan biasanya berbentuk deklaratif, misalnya Bahasa Ilmiah.
b.      Fungsi Praktis
Bahasa dipergunakan dengan maksud untuk menghasilkan efek tertentu. Fungsi ini juga disebut fungsi dinamis dan dalam fungsi ini bahasa dipergunakan dalam bentuk pernyataan Imperatif, misalnya perintah, seruan, intruksi, permohonan.
c.       Fungsi Ekspresif
Bahasa dipergunakan baik untuk menyatakan perasaan seseorang maupun untuk memberikan tanggapan yang sifatnya emosional. Bahasa jenis ini biasanya berbentuk pernyataan eksklamatoris, humor ataupun cetusan-cetusan sebagaimana terdapat dalam puisi.
d.      Fungsi Perfermatif
Bahasa tidak hanya dipergunakan semata-mata untuk mengatakan sesuatu melainkan sekaligus juga untuk menunjukkan realisasi apa yang dikatakan tersebut.sebagai contoh, rektor dalam Sidang Senat Terbuka berkata, “ Dengan ini Sidang Senat Terbuka Universitas Suryakancana dinyatakan dibuka, ” sambil memukulkan palu tiga kali.
e.       Fungsi Seremonial
Bahasa dipergunakan dalam pergaulan sosial sehari-hari, persahabatan, perkerabatan, maupun keramah-tamahan dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dalam fungsi ini bahasa dapat memperluas hubungan manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Bentuknya misalnya sapaan dan teguran ramah.
f.       Fungsi Logis
Bahasa dipergunakan untuk membuat penalaran, analisis, penjelasan, serta penyelesaian masalah atau argumen. Bahasa dalam fungsi ini dipergunakan untuk melakukan pembuktian benar salahnya sebuah pernyataan atau keputusan. Misalnya dalam putusan hakim dalam sidang.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan                    
            Dari uraian-uraian pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.       Bahasa meruakan bentuk verbal dari pikiran manusia, bahkan merupakan alat dan dan sarana untuk berkomunikasi. Manusia dapat saling berkomunikasi satu sama lain hanya melalui bahasa. Jadi, bahasa dapat didefinisikan antara lain sebagai rangkaian symbol-simbol yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan gagasan, pendapat, serta perasaan orang kepada orang lain.
b.      Bahasa manusia secara umum mempunyai dua bentuk, yaitu lisan dan tulis. Bahasa lisan terdiri dari pola-pola suara, sementara bahasa tulisan terdiri dari pola-pola visual. Karena masyarakat manusia yang satu mempergunakan pola-pola suara dan poa-ola visual berbeda dengan masyarakat lainnya, terbentuklah berbagai macam jenis bahasa di muka bumi ini.
c.       Dalam setiap bahasa selalu terdapat empat unsur pokok, yaitu simbol, objek, referensi, dan subjek.
d.      Bahasa Hukum mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi simbolik, fungsi emotif, dan fungsi afektif.
e.       Fungsi bahasa dalam logika hukum yaitu fungsi Informatif, fungsi praktis, fungsi ekspresif, fungsi performatif, fungsi seremonial, dan fungsi logis.

4.2 Saran
            Untuk menyikapi fungsi bahasa dalam logika hukum, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut :
a.       Semestinya khalyak lebih memahami mengenai fungsi bahasa dalam logika hukum karena sesungguhnya fungsi bahasa sangat berperan dalam suatu penalaran bagi khalayak luas
b.      Perlunya dibuat wadah/tempat yang dapat meyalurkan fungsi bahasa dalam suatu penalaran khususnya logika hukum agar tidak salah dalam penggunaannya.


DAFTAR PUSTAKA

Sumaryono.1999. Dasar-Dasar Logika. Yogyakarta: Kaninsius.
Yulianah, Yuyun. 2006. Bahasa Indonesia Hukum. Cianjur: Universitas Suryakancana Cianjur.
http://massofa.wordpress.com/2008/09/15/lahirnya-bahasa-indonesia/
www.google.com : sejarah logika
www.google.com : sejarah bahasa



[1] Ludwig Wittgenstein lahir di Wina pada tanggal 26 April 1889. Pada tahun 1912 ia masuk universitas Cambridge dan mempelajari filsafat di bawah bimbingan Bertrand Russell. Karena tulisannya yang berjudul Tractatus Logico- Philosophicus ia mendapat gelar Doktor Filsafat dari Trinity College. Dalam traktat tersebut ia melihat hubungan antara bahasa dan logika.
[2] Isomofik berasal dari kata isos (= sama) dan morphe (= bentuk) dalam bahasa Yunani, berarti ‘ memiliki kesamaan dalam bentuk atau penampilan’.

PERANAN DEMOKRASI TERHADAP STABILITAS KETAHANAN NASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Sejak merdeka negara Indonesia tidak luput dari gejolak dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Tetapi bangsa Indonesia mampu mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya dari agresi Belanda dan mampu menegakkan wibawa pemerintahan dari gerakan separatis.
Ditinjau dari geopolitik dan geostrategi dengan posisi geografis, sumber daya alam dan jumlah serta kemampuan penduduk telah menempatkan Indonesia menjadi ajang persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh antar negara besar. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak negatif terhadap segenap aspek kehidupan sehingga dapat mempengaruhi dan membahayakan kelangsungan hidup dan eksitensi NKRI. Untuk itu bangsa Indonesia harus memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional sehingga berhasil mengatasi setiap bentuk tantangan ancaman hambatan dan gangguan dari manapun datangnya.
Uraian di atas melatarbelakangi penulis untuk membuat makalah yang berjudul "Peranan Demokrasi terhadap Stabilitas Ketahanan Nasional".

1.2  Perumusan Masalah
Suatu masalah agar pembahasannya tidak melebar dan menyimpang, hendaknya dirumuskan terlebih dahulu. Dan makalah ini memiliki rumusan-rumusan masalah sebagai berikut.
  1. Seperti apa demokrasi di Indonesia ?
  2. Bagaimana pelaksanaan dan solusi untuk demokrasi di Indonesia ?
  3. Apa peranan demokrasi terhadap stabilitas ketahanan nasional ?

1.3  Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan masalah ini sebagai berikut.
  1. Untuk mengetahui demokrasi di Indonesia.
  2. Untuk mengetahui pelaksanaan dan solusi untuk demokrasi di Indonesia.
  3. Untuk mengetahui peranan demokrasi terhadap stabilitas ketahanan nasional.

1.4  Sistematika Penulisan
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Perumusan Masalah
1.3  Tujuan
1.4  Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1 Pengertian Demokrasi
2.2 Pengertian Ketahanan Nasional
BAB III PERANAN DEMOKRASI TERHADAP STABILITAS KETAHANAN NASIONAL
3.1 Demokrasi di Indonesia
3.2 Mengukur Pelaksanaan dan Beberapa Solusi Demokrasi di Indonesia
3.3 Peranan Demokrasi terhadap Stabilitas Ketahanan Nasional
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
LANDASAN TEORITIS


2.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

2.3 Pengertian Ketahanan Nasional Indonesia
Kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang berintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan ancaman hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Untuk menjamin identitas, integritas kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang serasi dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wasantara.
Kesejahteraan sama dengan kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran yang adil dan merata rohani dan jasmani.
Keamanan sama dengan kemampuan bangsa Indonesia melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam.                   


BAB III
PERANAN DEMOKRASI TERHADAP STABILITAS KETAHANAN NASIONAL


3.1 Demokrasi di Indonesia
Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi.
Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang akrab disapa SBY menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun memaparkan panjang lebar perjalanan demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi Indonesia merupakan jawaban terhadap skeptisme perjalanan demokrasi di negeri ini. Beliau pun mencontohkan beberapa nada skeptis yang ditujukan kepada Indonesia. Pertama, demokrasi akan membawa situasi kacau dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia hanyalah perubahan rezim, demokrasi akan memicu ekstrimisme dan radikalisme politik di Indonesia.
Beliau pun menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan moderitas dapat berjalan bersama. Dan terlepas dari goncangan hebat akibat pergantian 4 kali presiden selama periode 1998-2002, demokrasi Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil menjadi sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat sukses.
Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan perpecahan.
Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang turut hadir menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga membuat Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin meyakinkan sehingga demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan kekayaan hanya pada elit tertentu.
Demokrasi, menurut Anwar Ibrahim, adalah pemberian kebebasan kepada warga negara, sedangkan kegagalan atau keberhasilan ekonomi menyangkut sistem yang diterapkan.

3.2 Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Akhir milenium kedua ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Rejim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto akhirnya tumbang.Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah Soeharto tumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan secara damai, bertahap dan progresif.
Yang ada justru muncul berbagai konflik serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yang menjalar kepada krisis keuangan sehingga pengaruh depresiasi rupiah berpengaruh signifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat.
Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam sebuah era demokrasi sesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat kehidupan ekonomi mereka justru tidak lebih baik dibandingkan ketika masa Orde Baru. Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi. Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita.
Demokrasi liberal ternyata pada saat itubelum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut.
Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik pada masa itu. Lain pula dengan masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto. Stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. Namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilaitukar dan alokasi subsidi BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titikketerjangkauan masyarakat secara umum. Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah menjangkiti pemerintahan.
Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadipada bulan Mei 1998. Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat. Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya.
Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itupemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia. Di luar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Para kaum tertindas mampu menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini terpendam dapat diketahui oleh publik. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik.
Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan. Demokrasi di Indonesia masih berada pada masa transisi dimana berbagai prestasi sudah muncul dan diiringi ”prestasi” yang lain. Sebagai contoh, munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya beberapa koruptor.
Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadandengan ”dosa-dosa” mereka terhadap perekonomian.Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen.Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang masih dibahas di parlemen. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telahdisahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dariberbagai organisasi Islam.
Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme internasional. Hal ini menyebabkan dilema. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata kepada publik namun bisa dirasakan. Tantangan dan Harapan Amartya Sen, penerima nobel bidang ekonomi menyebutkan bahwa demokrasi dapat mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini akan terbukti bila pihak legislatif menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan program-program yang efektif untuk mengurangi kemiskinan. Sayangnya, dalam masa transisi ini, hal itu belum terjadi secara signifikan.
Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang cukup. Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka. Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam masa transisi. Demokrasi masih terkesan isu kaum elit, sementara ekonomi adalah masalah riil kaum ekonomi bawah yang belum diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini adalah salah satu tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Setiap manusia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, berserikat danbermasyarakat.
Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus yang terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah. Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi, berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan kerusakan. Tidak sedikit fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika terjadinya demonstrasi menyampaikan pendapat. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agarmereka bisa menikmati demokrasi. Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akanmengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak. Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentumenguntungkan Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi itusendiri karena tidak diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya menguntungkan Indonesia. Standar ganda pihak asing juga akan menjadi penyebab mandulnya demokrasi di Indonesia. Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde Baru yang meledak pada saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan bagian dari demonstrasi yang sulit dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari.
Padahal anarkisme justru bertolak belakang dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai Islam. Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalahkesehatan dan pendidikan. Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi dinegara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan negara.
Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya. Negara yang kuat tidak identik dengan otoritarianisme maupun militerisme. Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang kehidupan lainnya. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri.
Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yangberbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapatperhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi.Semakin rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagidemokrasi karena kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain,seperti masalah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bias memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi. Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik.


3.3 Mengukur Pelaksanaan dan Beberapa Solusi Demokrasi di Indonesia
Menurut Lauer (2001) meskipun banyak orang menilai bahwa pendekatan demokratis lebih baik, tetapi tidak berarti pendekatan ini paling efektif dalam semua kebudayaan atau dalam semua situasi[[1]]. Seringkali dasar-dasar pengembangan nilai demokrasi pada suatu Negara kembali kepada nilai-nilai adat dan agama yang dianut oleh penduduknya.
Ukuran-ukuran normatif dari pelaksanaan demokrasi (Yudoyono, 2004)[[2]] adalah sebagai berikut: (1) partispasi rakyat dalam pengambilan keputusan dalam penetapan kebijakan, (2) Ada pemilihan umum yang jujur dan adil, (3) Ada rekrutmen kepemimpinan yang teratur dan ada turunan-turunannya lagi, (4) Ada penghormatan kepada HAM, (5) Ada kebebasan berbicara; (7) Memiliki pers yang bebas. Ada 5 bentuk wujud kehidupan well consolidated democracy: (1) terwujudnya civil society; (2) ada political society, (3)Ada economic society, (4) Ada rule of law, dan (5) State apparatus yang berfungsi dengan baik.
Demokrasi deliberative, substantive dan partisipatif  merupakan tantangan dalam proses-proses politik dalam demokrasi pada masa yang akan datang[[3]].  Ukuran-ukuran pelaksanaan proses politik dan demokrasi yang senada juga muncul seperti : kompetisi yang luas dan bermakna, partisipasi politik yang luas dan terbuka, dan kebebasan berpendapat dan berserikat. Sementara nilai  demokrasi universal yang dinyatakan oleh Blaug dan Schwarzmantel seperti freedom and authonomy, equality, representation, majority rule, dan citizenship, sudah tidak sesuai lagi menghadapi tuntutan perkembangan zaman sekarang ini (Himawan, 2004)[[4]]. Pergeseran nilai demokrasi seperti inilah yang perlu dikelola dalam membangun Indonesia yang berdaulat, merdeka secara total, dan mempercayai nilai kebangsaan yang berbasis pada pluralism masyarakatnya.
Dalam semangat zaman yang terus berubah, agar nilai universal demokrasi dapat berjalan dan nilai-nilai adat bangsa Indonesia berjalan sinergi, bangsa Indonesia harus melakukan 3 hal yaitu: (1) menggunakan nilai-nilai keindonesiaan sebagai basis membangun kerangka moralitas dan etika berdemokrasi, (2) menyuplai masyarakat dengan informasi yang jelas, benar, dan akurat agar mereka bisa bertindak secara bebas, otonom, dan rasional, dan (3) mengupayakan selekas mungkin pelembagaan politik sehingga dinamika dan perubahan politik berlangsung secara sistematik, konsisten, transparan dan ada kepastian hukum.

3.1.1 Biaya Demokrasi Politik
Statemen yang selalu kita dengar dalam banyak seminar dan mass media tentang biaya demokrasi politik adalah antara lain: (1) setiap ada pesta demokrasi memilih pemimpin di seluruh tingkatan pasti memerlukan biaya yang mahal; dan (2) tokoh politik dan pemimpin terpilih dalam masa pengabdiannya sering bermain pada ”kursi panas politik uang”; dan (3) Pada akhir masa jabatan pemimpin terpilih selalu di kejar-kejar kasus-kasus hukum seperti penyalahangunaan wewenang dan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)[[5]]. Tercatat dalam media massa bahwa seorang tokoh politik untuk dapat menjadi calon anggota DPR harus menyediakan dana paling sedikit 3 milyar. Jika pendapatan perkapita rakyat Indonesia Rp 2 juta /tahun, maka angka 3 milyar tersebut sama dengan pendapatan 1500 rakyat Indonesia yang miskin. Jika informasi tersebut benar, maka untuk total kursi di Senayan membutuhkan dana sangat besar dan mahal yang sama dengan pengentasan kemiskinan sebanyak 750.000 rakyat miskin. Hal yang sama juga terjadi  ketika Pilkada, dimana untuk mendapat dukungan politik dari satu partai saja paling sedikit kandidat harus ”setor dana” ke partai politik pendukung paling sedikit Rp 5 milyar, dan ongkos kampanye paling sedikit Rp 15 milyar. Pertanyaan sederhana dapat diajukan, dari mana seorang tokoh politik dan pemimpin terpilih memperoleh dana-dana tersebut? Dengan alasan seperti inilah maka kandidat pemimpin nasional dan lokal ”harus” menggandeng ”pengusaha”. Dan bukankah para pengusaha ini yang banyak membuat masalah dalam hutang luar negeri ini? Semua ini menjadi black box cyrcle lingkaran ”mafia” politik yang mewarnai proses-proses demokrasi politik di Indonesia .
Kita harus mencari solusi dari demokrasi politik biaya tinggi ini. Sebagai pemantik diskusi, beberapa usulan untuk mengurangi proses demokrasi  politik biaya tinggi adalah: (1) Setiap partai politik secara khusus dan masyarakat secara umum melakukan pendidikan politik untuk mencerdaskan masyarakat terkait dengan proses-proses demokrasi dan politik. Pendidikan politik sifatnya  membangkitkan kesadaran berbangsa dan bernegara, meningkatkan tanggung jawab publik pada proses-proses pengambilan keputusan publik dan menyadarkan bahwa ada hak dan tanggung yang dipikul oleh masyarakat ketika dukungan teah diberikan kepada sesorang tokoh politik dan pemimpin nasional dan lokal; (2) mengembangkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang menjadi watchdog (lembaga pemantau) proses demokrasi di seluruh Indonesia; (3) mengembalikan Indonesia ke titik NOL berhubungan dengan sistem pemilihan legislatif dan eksekutif serentak seluruh Indonesia. Maksudnya adalah bahwa pemilihan anggota legislatif dan eksekutif dilaksanakan dalam momen PEMILIHAN INDONESIA RAYA (PIR) pada satu saat yang sama. Kerumitan dari pelaksanaan PIR pasti banyak,  karena manajemennya menjadi sangat complicated, bersystem kuat, high speed coordination, dan memerlukan SDM yang mumpuni.

3.1.2 Demokrasi Ekonomi
Tidak pernah bosan para ahli ekonomi “berideologi” Pancasila menyuarakan dan meluruskan sistem demokrasi ekonomi Indonesia, yang memang berbeda dengan sistem demokrasi ekonomi “ala Barat yang kapitalistik”. Perdebatan ekonomi leberal dan neo-liberal yang sangat mengandalkan pada mekanisme pasar akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat sudah sering kali diperbincangkan. Ideologi ini telah menyebabkan banyak ahli ekonomi dan sosial Indonesia melupakan ideologi ekonomi Pancasila / demokrasi ekonomi kerakyatan (Mubyarto. 2005). Kritik terhadap ideologi neo-libeal dan globalisasi sudah banyak ditulis oleh Susan George (2002), James Petras dan Hendry Veltmeyer (2001).
Sebagian besar elit  dan pengusaha Indonesia hidup dalam bayang-bayang jargon ideologi ekonomi neo-liberal tersebut (penguasaan modal dan uang). Pelaku ekonomi Indonesia (pemerintah dan pengusaha) amat PATUH pada “Konsensus Washington 1989” terkait dengan 3 pilar utama sistem kapitalisme baru dunia yaitu mewujudkan stabilitas makro ekonomi, liberalisasi, dan privatisasi. Dilihat dari sisi Privatisasi, semua rakyat Indonesia sudah paham terang benderang bahwa sejak krisis ekonomi nasional tahun 1997 sampai sekarang gerakan privatisasi asset negara melaju dengan “mulus dan kencang” tanpa hambatan berarti di Indonesia. Data yang penulis peroleh, dari 156 BUMN yang ada, sebanyak 76% sudah di privatisasi. Siapa bilang sumber-sumber ekonomi strategis dikuasai negara untuk kemakmuran masyarakat Indonesia? Ambil saja contoh Telkomsell yang sahamnya dikuasai Singapur, pabrik semen, lembaga bank, industri besi, pertambangan, sumberdaya alam hutan, sumberdaya air yang dikuasai Danon, dan masih banyak contoh lainnya.
Banyak orang “tidak mau” berusaha memahami demokrasi ekonomi Pancasila, yang dalam tingkat operasionalnya sebangun dengan demokrasi ekonomi kerakyatan (berbeda dengan ekonomi rakyat). Memahami demokrasi ekonomi Indonesia “jangan” merujuk pada sistem nilai negara lain atau dari buku-buku barat (Mubyarto, 2005).  Ajaran Ekonomi Pancasila hendaknya dapat dijadikan alat “uji material” atas berlangsungnya proses-proses produksi, konsumsi dan pemasaran di Indonesia. Apakah proses-proses tersebut relevan dengan demokrasi ekonomi Indonesia yang berideologi Pancasila diuji melalui : (1)Apakah roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral?, (2) Apakah proses ekonomi mencerminkan kehendak kuat rakyat akan adanya kemerataan sosial?, (3) Apakah negara ini sudah memberikan prioritas kebijaksanaan ekonomi pada pengembangan ekonomi nasional yang tangguh?, (4) Apakah setiap pelaku ekonomi telah menjadikan “ruh” koperasi sebagai sokoguru ekonomi ? dan (5) Apakah perekonomian Indonesia telah dibangun atas dasar keseimbangan antara perencanaan nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi di daerah-daerah?

3.1.3 Demokrasi Ekologis
Salah satu hal yang jarang mendapat porsi penting selama ini di Indonesia adalah pembicaraan dan pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan ekologis sudut pandang demokrasi dan politik. Literatur tentang political ecology sudah cukup banyak ditulis sejak tahun 1990-an, tetapi belum banyak dibaca oleh dan di bahas oleh publik secara luas.Bencana ekologis menerpa Indonesia sepanjang tahun. Ketika musim hujan, Indonesia mengalami banjir, tanah longsor, angin ribut, dan semuanya memakan korban harta dan nyawa manusia. Ketika musim kemarau, Indonesia mampu “memproduksi asap” dan ekspor ke negara jiran, sebagai akibat dari prilaku tidak ramah lingkungan dari para pengusaha perkebunan, kehutanan, dan masyarakat petani lahan kering yang menggunakan teknologi api dalam pegolahan lahannya.
Kerusakan lingkungan itu harus dikatakan sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam mengatur sumberdaya alam. Kesalahan kebijakan pada masa Orde baru dengan memberikan lisensi kepada perusahaan swasta untuk “melakukan penebangan legal” atas sumberdaya hutan, merupakan penyebab utama kerusakan ekologis itu.. Institusi Kehutanan dan tambang telah membangun kebijakan atas dasar “demokrasi janggut”, yaitu pengambilan keputusan tidak atas dasar kedaulatan rakyat, tetapi atas dasar “kapitalisme perkoncoan”, dimana konsesi-konsesi hutan dan tambang tidak ada satupun yang diserahkan kepada kelompok masyarakat desa, masyarakat adat, dan masyarakat lokal. Kebijakan peruntukan pemanfaatan sumberdaya alam ditentukan dari atas dengan dasar KKN. Tafsir atas  sumberdaya alam dikuasai negara ternyata telah “diplesetkan” menjadi “dimiliki” rejim penguasa. Demokrasi janggut atau “demokrasi wayang” ini telah menyebabkan kerusakan ekologis yang kita rasakan sekarang ini.
Untuk memperbaiki keadaaan ekologi sumberdaya alam di Indonesia melalui tindakan demokrasi ekologi sebagai berikut: (1) Negara melakukan keadilan dalam pembagian pemanfaatan atas sumberdaya alam (hutan, tambang, laut, lahan pertanian, dll). Pelaku pemanfaat sumberdaya alam tidak hanya pengusaha dan negara (BUMN), tetapi negara juga memberikan porsi yang sama untuk sumberdaya alam yang dikuasai negara tersebut dikelola dan dimanfaatkan secara langsung oleh satuan komunitas masyarakat dan organisasi rakyat yang relevan; (3) Kebijakan ekologis harus selalu bersifat deliberative (mencerminkan kehendak pelaku dan dibahas secara mendalam), partisipatif, dan substansial; (3) mengembangkan etika lingkungan berbasis pada “kearifan lokal” dan “ nilai adat budaya setempat”; (4) menghilangkan semangat eksploitatif, dan mengembangkan semangat ekologis (menyeimbangkan produksi, konservasi, dan perindungan sumberdaya alam); dan (5) memberikan sangsi yang tegas kepada  perusak ekologi; (6) membangun sistem pengawasan, monitoring dan evaluasi secara berkala dan bertanggunjawab, sebagai bentuk pertanggungjawaban publik; dan (7) perubahan iklim global yang sangat nyata berdampak pada Indonesia dan masyarakat, oleh karena itu pendekatan ekologi yang seimbang dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, politik dan teknologi, menjadi kajian penting bagi masa depan Indonesia.

3.4 Peranan Demokrasi terhadap Stabilitas Ketahanan Nasional
Demokrasi disimpulkan secara siangkat adalah seperangkat gagasan dan prinsip kebebasan di samping termasuk di dalamnya praktek dan prosedurnya yang berjalan terus. Demokrasi juga mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dan bertujuan untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan sebagai manusia yang mandiri dan dapat dengan ketentuan tertentu menyampaikan pendapatnya secara bermartabat pula. Hal ini tentu saja penting, karena negara demokrasi seperti Indonesia adalah juga negara hukum yang mempunyai ketentuan perundangan dalam menyelenggarakan kehidupan kenegaraan (Pokja Ipoldagri, 1999:8-9):
a.       Adanya pengakuan perbedaan-perbedaan di masyarakat baik dalam hal kenyataan objektif, pendapat, maupun kepentingan.
b.      Atas dasar kenyataan tersebut maka perlu adanya cara penyelesaian terhadap kepentingan-kepentingan yang berbeda tersebut dengan cara damai, tertib, adil dan beradab.
Dengan demikian di dalam deokrasi terkandung kepentingan individual, kelompok, dan publik atau masyarakat umu. Tentu saja oleh karenanya latar belakang sosial budaya masyarakat akan sangat menentukan bagaimana proses demokrasi berlangsung. Tentu saja akan berbeda penghargaan terhadap individu, kelompok atau masyarakat, karena ada masyarakat yang menekankan kebebasan individu dan ada pula yang sebaliknya. Bagi bangsa Indonesia, faktor keseimbangan dalam melihat pentingnya individu sebagai unsur masyarakat dan masyarakat hanya akan ada kerena ada individu. Keduanya dianggap sebagai dua entitas yang berhubungan. Oleh karenanya hubungan serasi keduanya diharapkan terus berlangsung secara fungsional.
Secara umum (universal) demokrasi sering dicirikan dengan adanya unsur-unsur di bawah ini yang disebut soko guru demokrasi:
a.       Kedaulatan rakyat
b.      Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang dpiperintah
c.       Kekuasaan mayoritas
d.      Diakuinya hak-hak minoritas
e.       Jaminan terhadap hak asasi manusia
f.       Pemilihan yang bebas dan jujur
g.      Persamaan di depan hukum
h.      Pembatasan pemerintah secara konstitusional
i.        Pluralisasi sosial, ekonomi, dan politik
j.        Nolai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat
Di dalam prakteknyadiharapkan jiwa demokrasi akan dapat dilaksanakan selaras dengan jiwa falsafah dan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Oleh karenanya konsepsi demokrasi di Indonesia sering disebut dengan Demokrasi Pancasila. Yaitu wajah demokrasi sebagaimana yang secara umum dipahami tetapi dalam pelaksanaanya tetap dalam kerangka nilai-nilai falsafah bangsa.
Dengan demikian, peranan demokrasi terhadap stabilitas ketahanan nasional di Indonesia akan menuju perubahan yang lebih baik pada Bangsa Indonesianya sendiri, jika sistem yang diterapkannya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesipulan
Dari uraian-uraian pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
  1. Demokrasi adalah system pemerintahan yang mengedepankan kepentngan rakyat, yaiyu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
  2. Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang serasi dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wasantara.
  3. Demokrasi, menurut Anwar Ibrahim, adalah pemberian kebebasan kepada warga negara, sedangkan kegagalan atau keberhasilan ekonomi menyangkut sistem yang diterapkan.
  4. Dalam semangat zaman yang terus berubah, agar nilai universal demokrasi dapat berjalan dan nilai-nilai adat bangsa Indonesia berjalan sinergi, bangsa Indonesia harus melakukan 3 hal yaitu: (1) menggunakan nilai-nilai keindonesiaan sebagai basis membangun kerangka moralitas dan etika berdemokrasi, (2) menyuplai masyarakat dengan informasi yang jelas, benar, dan akurat agar mereka bisa bertindak secara bebas, otonom, dan rasional, dan (3) mengupayakan selekas mungkin pelembagaan politik sehingga dinamika dan perubahan politik berlangsung secara sistematik, konsisten, transparan dan ada kepastian hukum.
  5. Peranan demokrasi terhadap stabilitas ketahanan nasional di Indonesia akan menuju perubahan yang lebih baik pada Bangsa Indonesianya sendiri, jika sistem yang diterapkannya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

4.2 Saran
Untuk menyikapi peranan tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut.
  1. Diharapkan sistem demokrasi di Indonesia dapat mensejahterakan kehidupan berbangsa.
  2. Diharapkan peranan demokrasi di Indonesia akan mebawa Indonesia menuju Negara yang lebih maju dan berkembang.
  3. Diharapkan peranan demokrasi akan selalu menjaga stabilitas ketahanan nasional.





[1] Robert H.Lauer. 2001. Perspektif  tentang perubahan sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
[2] Disampaikan dalam Kongres Indonesia Raya, 2004. Lihat Yudhoyono,  Kita masih belajar berdemokrasi , dalam Siburian e al (eds). 2004. Indonesia Raya Bangkit atau Hancur. Bina Rena Pariwara, Jakarta.
[3] Carol  Gould. 1988. Rethinking Democracy: Freedom and Social Cooperation in Politics, Economy and Society. NewYork: Cambridge University Press
[4] Riswandha Imawan. 2004. Membangun Demokrasi Indonesia. Dalam Siburian e al (eds). 2004. Indonesia Raya Bangkit atau Hancur. Jakarta: Bina Rena Pariwara.
[5] Proses KKN ini masih sangat subur sampai tahun 2008 (100 th) gerakan moral dikumandangkan oleh perkumpulan BO